Sejarah dan Perkembangan Radio Komunitas

Perkembangan media komunitas memiliki peran penting dalam membangun kesadaran publik dan mendorong terciptanya aliran informasi dua arah. Di Indonesia kata “media komunitas” mulai dipakai oleh masyarakat pada awal tahun 2000 dengan muncul buletin komunitas “Angkringan” yang digagas oleh sekelompok anak muda di Timbulharjo, Yogyakarta, buletin Forum Warga Kamal Muara, “Fokkal” buletin Forum Warga Kalibaru dan beberapa Forum Warga di Bandung. Memasuki tahun 2001, kelompok anak muda yang mengelola buletin Angkringan di Timbulharjo mulai mengembangkan radio komunitas, yang mereka sebut Radio Angkringan FM, kemudian menginspirasi Paguyuban Pengembangan Informasi Terpadu (PINTER) di Terban Yogyakarta untuk mendirikan Panagati FM, Forum Warga Cibangkong (FWC) mendirikan radio komunitas Cibangkong di Bandung, Forum Masyarakat Majalaya Sejahtera (FM2S) mendirikan radio komunitas Majalaya Sejahtera (MASE) dan Forum Komunikasi Warga Kamal Muara mendirikan radio komunitas Kamal Muara di Jakarta.

Pada bulan Februari 2002 beberapa radio komunitas yang digagas oleh forum warga mulai terlibat advokasi Rencana Undang-Undang (RUU) Penyiaran, revisi UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3701). Untuk kepentingan advokasi itulah pada tanggal 22 sampai dengan tanggal 24 Maret 2002 diadakanlah workshop pertama radio komunitas, yang dihadiri oleh 18 radio komunitas; 2 radio komunitas yang didirikan oleh forum warga, 5 radio kampus, 9 radio hobby, Radio Komunitas Angkringan dan Radio Komunitas Serikat Petani Pasundan. Pada workshop inilah mulai dibahas tentang definisi, ciri dan karakteristik radio komunitas. Selain itu pada workshop ini juga dirumuskan stategi untuk melakukan advokasi RUU Penyiaran yang mengakomodir Lembaga Penyiaran Komunitas dan sebagai alat perjuanganya, pada hari minggu tanggal 24 Maret 2002 pukul 14.00 WIB dideklarasikanlah Jaringan Radio Komunitas (JRK) Jawa Barat. Kemudian menyusul deklarasi Jaraingan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY) pada tanggal 6 Mei 2002, kemudian dilanjutkan dengan lokakarya nasional pada 12-15 Mei 2002 sekaligus deklarasi Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI). Pada tanggal 28 Desember 2002, perjuangan radio komunitas menampakkan hasil yang cukup menggembirakan dengan disyakkannya UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran yang di dalamnya mengakui keberadaan Lembaga Penyiaran Komunitas tepatnya pada Bagian Keenam pasal 21-24 tentang Lembaga Penyiaran Komunitas.

Berdasarkan perkembanganya, maka penggolongan radio komunitas dapat di bagi kedalam empat kelompok; pertama, radio komunitas yang berangkat dari perkembangan kebutuhan media informasi komunitas yang digagas oleh forum warga seperti radio komunitas Panagati, Radio Komunitas Cibangkong (RKC) dan radio komunitas Kamal Muara. Dalam hal ini radio komunitas Angkringan merupakan kekecualian karena keberadaan buletin dan radio angkringan digagas oleh sekelompok anak muda dan dalam perjalannya melakukan penguatan kelembagaan dengan membentuk Forum Komunikasi Warga Timbulharjo (FOKOWATI) pada tanggal 27 Mei 2001. Kedua, radio komunitas yang berbasis kampus. Ketiga, radio komunitas yang pada awalnya merupakan radio hobbi yang kemudian beririsan dengan kelompok pertama dalam proses advokasi UU Penyiaran dan melakukan reorientasi menjadi radio komunitas. Keempat, radio komunitas yang orientasinya hobbi atau komersil dan lebih cocok menjadi lembaga penyiaran swasta (radio swasta), tetapi tidak mempunyai daya saing dengan radio swasta eksisting.

Sekarang ini perkembangan radio komunitas kian pesat, seiring semakin terbukanya akses informasi, kemajuan teknologi, kesempatan dan keinginan masyarakat untuk menggunakan media dalam penyelesaian persoalan-persoalan komunitasnya. Bahkan beberapa radio komunitas semakin memantapkan perannya dalam proses pembentukan local good governance, sekaligus menyokong ekonomi kerakyatan dan melestarikan kearifan-kearifan lokal. Seiring dengan itu pula muncul berbagai persoalan yang harus segera diselesaikan oleh radio komunitas, persoalan teknis/perangkat siaran, isi/content siaran dan kelembagaan radio komunitas yang berdampak terhadap keberlanjutan lembaga penyiaran ini.

7 replies to “Sejarah dan Perkembangan Radio Komunitas

  1. saya ingin tahu, apa saja perangkat keras dan lunak yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah radio komunitas? berapa biayanya?
    kalau untuk pemasangan antena, bisakah menggunakan antena bekas? bekas RSPD gitu?
    terimakasih atas jawabannya.bisa ngga ya dikirim ke email saya?

    Like

  2. apa benar baru tahun 2000an lembaga penyiaran komunitas ada??
    apakah di era sebelum tahun 2000an lembaga penyiaran komunitas itu belum ada??saya tidak yakin

    Like

  3. teman’s maaf saya jarang buka blog, ternyata ada beberapa komentar tentang sejarah radio komunitas. terimaksih untuk pertanyaan dan masukannya.

    Sejarah radio di Indonesia tentu saja dimulai di pra kemerdekaan yang kemudian pasca kemerdekaan Indonesia di jadikan RRI (Radio Republik Indonesia). Ada beberapa radio yang didirikan oleh Pribumi (istilah jaman Belanda) tapi belum dinamakan sebagai radio komunitas walaupun prinsip dan cara kerjanya serupa dengan radio komunitas.

    Istilah ‘Media Komunitas’ ramai dibicarakan di Indonesia justru pasca reformasi dan dengan meluasnya pembicaraan serta praktik-praktik bermedia maka tumbuh juga istilah radio komunitas. Secara sah (legal hukum) istilah Penyiaran Komunitas diakui oleh Undang-Undang Penyiaran No. 32 tahun 2002. di UU sebelumnya (jaman Belanda, Jepang, Orde Lama, atau pun Orde Baru) tidak pernah menyebut istilah ini.

    itu catatan saga atas kommentar teman-teman. terimaksih. salam hangat.

    Like

Leave a comment

close-alt close collapse comment ellipsis expand gallery heart lock menu next pinned previous reply search share star